
SAGKI 2010 diikuti oleh aktifis pengurus Dewan Paroki, Komisi dan praktisi, namun juga oleh orang-orang biasa yang punya hati kendati merasa tidak pandai. Aura yang terasa dan menggerakkan hati untuk mendengarkan karena peserta dibawa masuk ke dalam pengalaman batin serta perjuangan kehidupan yang dihargai oleh peserta sidang dalam forum pertemuan kelompok, pleno, maupun juga pada saat ekspresi budaya. Bahkan tidur yang berdesakan di kamar kecil dengan 2 bed susun bersama peserta yang diacak asal keuskupannya, membuat para peserta mudah akrab dan sehati.Para peserta dipermudah untuk berbagi cerita karena sejak dari tempat asal sudah dipersipkan melalui pilihan narasi yang ingin dibuat. Masing-masing orang sudah tahu untuk apa dia datang ke SAGKI 2010 di Caringin Bogor. Pengarahan dari Panitia SAGKI agar masing-masing peserta sudah mempersiapkan narasi, mempermudah masing-masing orang untuk terlibat, bercerita dan merasakan bahwa 'aku punya pengalaman dalam hal kebudayaan, pergaulan dengan mereka yang berkayinan berbeda dan juga dengan sesama yang terpinggirkan atau miskin'.
Kendati tidak langsung bisa berkontak dengan Romo-romo yang hadir sebagai peserta SAGKI, namun wajah-wajah yang tidak asing (dari pengenalan saat Munas UNIO di Makasar-Toraja, atau dari perjumpaan di arena Pastoran Unio Kramat VII/10 saat pembinaan OGF), cukup banyak Romo Diosesan yang ikut serta dalam SAGKI ini. Romo Ferry menghitung hampir 60 imam diosesan yang menjadi peserta mewakili keuskupan masing-masing. Bagi saya, inilah tanda keterlibatan nyata dari imam-imam Diosesan di masing-masing keuskupan untuk gerak langkah yang menandai geliat Gereja di Nusantara.
Untuk kepentingan pastoral di tempat karya (paroki, seminari, lembaga gerejani lainnya), kita para imam diteguhkan untuk makin cermat dalam menghadirkan Kristus atau membawa Yesus Kristus dalam pengalaman hidup sehari-hai. Hati yang tergerak dan mau terlibat dengan suka duka hidup umat atau masyarakat sekitar yang dilayani, mempermudah dan menjadi sarana untuk menghadirkan Yesus yang 'belaskasih, peduli, gembala baik, simpatik'.
Sentilan Nuntius pada saat Pidato pembukaan sidang, mengingatkan para imam dan juga para Uskup untuk dua hal. Pertama, perlunya para imam cermat dalam melaksanakan perayaan liturgi ekaristi berdasarkan fungsi tiga pusat utama perayaan Ekaristi, yaitu tempat duduk imam (sedilia) untuk membuka dna menutup perayaan, mimbar (ambo) untuk mewartakan dan memecah Sabda Tuhan, serta meja altar untuk menghadirkna kurban Kistus yang dipartisipasi dalam komuni. Kedua, perlunya para imam setia melaksanakan Ibadat Harian sebagai penyucian hari dan untuk mempersembahkan pujian kepada Allah sebagai wakil resmi Gereja. Nuntius Leopoldo Girelli sangat berharap agar para imam melaksanakan dua tugas ini dengan cermat, seksama dan sepenuh hati.
Hati yang tergerak oleh kasih karunia Allah kemudian diwujudkan dalam keberpihakan dan tindakan nyata, menjadi cara untuk menghadirkna Wajah Yesus yang berbelaskasih. Kita para imam ada di garda depan dalam mewujudkannya. Smoga saya mampu mewujudkannya dengan sepenuh hati, sebagai tanda keterlibatan dari dalam hati, bukan hanya ketersentuhan sesaat. Terimakasih kepada Pengurus Unio Indonesia yang memberi ksempatan kepada saya untuk mewakili Unio Indonesia bersama Rm. Ferry Sutrisna sebagai Ketua Unio Indonesia. Berkat Tuhan Sang Gembala baik, menyertai tugas perutusan dimanapun kita berkarya.
Jakarta, 12 November 2010
FX. Sukendar Wignyosumarta
Pengurus UNIO Indonesia bagian On Going Formation
Imam dari Keuskupan Agung Semarang, bertugas di Paroki Katedral Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar