Senin, 14 Juni 2010

Buah-buah Sharing Imamat 26 Imam



para-imam_02_resize


Pastoran Sanjaya Muntilan, 1-2 Juni 2010



Ilustrasi, mulai tanggal 31 Mei hingga 18 Juni diadakan refleksi imamat di Pastoran Sanjaya Muntilan. Dalam kesempatan perjumpaan diantara rekan imam, masing-masing imam mendaftar untuk ikut sharing imamat dua hari satu malam. Masing-masing diminta membuat tulisan refleksi imamat yang akan disampaikan selama kurang lebih 10 menit. Setiap gelombang maksimal 30 orang. Setelah masing-masing imam membagikan pengalamannya, diakhiri dengan diskusi membahas dua hal yaitu pengalaman selama retret yang dapat menjadi bahan peneguhan bagi umat, serta pengalaman kesetiaan melayani umat sampai se habis-habisnya bercermin pada Kristus yang setia sampai wafat.



1. Gambar yang menarik dan inspiratif, domba yang terjerat ‘rendhet’ dan harus dicari serta ditolong oleh Sang Gembala. Memberi inspirasi, bahwa sebagai imam perlu siap sedia ‘nggendhong’ permasalahan dan beban umat, juga beban rekan imam se komunitas sebagai bagian hidup menghayati kekudusan.


2. Menjadi imam seperti Musa yang sangat gigih membela umat, bahkan Yahwe ‘harus izin’ Musa untuk menghukum umatNya.


3. Kita para imam ada di mana ketika dunia digoncang teror bom, ketika perang masih terus berkobar, ketika bencana alam dan kelaparan melanda negeri kita? Cukupkah peran kerohanian atau doa menghadapi keadaan aktual ini? Terobosan dan kehadiran macam apa yang bisa dibuat secara nyata? Menjadi imam berarti menjadi pembela untuk orang-orang yang secara nyata tersingkir.


4. Sarana media komunikasi, FB, email, blog, web, kartun, renungan harian dimanfaatkan secara maksimal sebagai saran pewartaan iman Katolik dan membangun militansi iman.


5. Setiap kali merenungkan PIETA, perasaan yang muncul adalah: “diwelehke” Bunda Maria. Kita yang memandang dan berdoa dihadapan Pieta ‘diwelehke’ oleh Bunda Maria. Seolah Bunda Maria berucap lirih: “Karena dosa dan kedosaan dunia, maka saya harus ‘mbopong’ Jenasah Putra Terkasih Yesus Kristus.”


6. Menghayati dan membangun hidup imamat dalam 3 S: Sepherd, Servan, Steward. Memerlukan upaya terus menerus dari waktu ke waktu, tiada pernah selesai.


7. Syukurlah mulai dikenal dan dipahami oleh umat bahwa kalau pagi, Romo itu berdoa atau meditasi, bukan ‘hanya’ tidur lagi setelah memimpin Ekaristi.


8. Lebih rajin melayani sakramen Rekonsiliasi, bahkan tidak pernah menolah atau menunda kalau ada umat yang akan mengaku dosa. Setiap Jumat pertama lebih lama menyediakan waktu untuk menerima pengakuan dosa.


9. Membandingkan ‘keseriusan’ imam dan getar jiwanya dengan keseriusan para Tim Sukses untuk pemilihan Walikota/Bupati.Gubernur dan pejabat lainnya. Apakah saya bergetar dan penuh semangat kalau menyebut dan mewartakan Yesus?


10. Retret dalam hidup sehari-hari dengan bahan yang tersaji yang dilaksanakan secara serentak sebagai Imam KAS memberi getar jiwa yang mendalam, terbangun kesadaran perlunya membangun imamat yang konkrit dan menggelorakan hidup. Ada iklim topangan yang nyata, ada aura yang menghidupkan keinginan untuk lebih dalam dan lama bersatu dengan Tuhan dalam kesempatan meditasi.


11. Komitmen imamat itu dengan dengan ke-saling-an, misalnya: kerelaan saling mengingatkan, saling memberi tumpangan manakala ada kegiatan bersama atau layat. Para imam perlu memberianikan diri “nggetih”. Lebih sungguh-sungguh dalam menghidupi imamat, keberanian menunjukkan kekudusan hidup dna imamat dengan cara hidup yang baik dan profesional. Imamat makin mewujud dalam keberpihakan dan kepedulian yang nyata. Kalau kebanyakan imam berasal dari desa, bagaimana usaha kita untuk tidak tercabut dari budaya pertanian dan kesahajaan? Perlu usaha-usaha nyata bukan melelu rohani, namun sampai pada tindakan nyata.


12. Sadar sebagai imam adalah sebagai Murid Yesus yang diberi tanggungjawab mewartakan kebenaran, peka pada kehadiran Yesus Kristus dengan kerajaan-Nya yang menyelamatkan.


13. Imamat itu anugerah dari ketidakpantasan kita, karena nyatanya banyak teman yang dianggap lebih suci/lebih pantas/lebih pandai, tidak dipilih menjadi imam. Hal ini menyadarkan bahwa pilihan Tuhan itu sering aneh.


14. Diteguhkan dalam doa harian dan pribadi sebagai kekuatan cinta bagi tumbuh mekarnya panggilan. Melekat erat pada Ekaristi sebagai pusat dan jantung hidup Gereja. Doa brevir, doa malaekat Tuhan saat lonceng Angelus maupun devosi pribadi bahkan yang sifatnya kerakyatan, menjadi sarana untuk menghayati dan mewujudkan kekudusan.


15. Setiap Sabtu imam (sesudah jumat pertama dan atau Sabtu pertama) Ekaristi dengan konselebrasi. Maksudnya supaya umat diingatkan lagi perlunya menabur benih panggilan khusus menjadi imam. Keluarga menjadi basis hidup beriman.



Hatur terimakasih kepada seluruh umat, para Bruder, Suster, Frater dan rekan-rekan imam teman sharing dan komunitas, yang setia mendoakan dan meneguhkan kami selama menghayati dan memaknai TAHUN IMAM 2009-2010. Kesetiaan Kristus semoga menjadi kesetiaan kami untuk selamanya.



Semarang, Hari Raya Hati Kudus Yesus, 11 Juni 2010




Penutupan Tahun Imam 2009-2010.


FX. Sukendar Wignyosumarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar