Senin, 27 Oktober 2008

Bertanggungjawab Atas Tugas Yang Diemban

Kesungguhan umat lingkungan dan wilayah untuk memilih pengurus lingkungan dan wilayah telah usai. Pembe­kalan pengurus dengan rekoleksi – dinamika permainan membangun kerja­sama tim membawa pemahaman baru tentang  pentingnya kerjasama sebagai Tim kerja. Roh Paguyuban mulai dirasuk­kan dalam hati setiap pengurus. Bagian selanjut­nya adalah mem­buat LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) tugas selama menjalankan tugas pengab­dian tahun 2003-2006 untuk pengurus Lingkungan dan wilayah dalam rangka serah terima jabatan atau pelantikan pe­ngurus lingkungan.

Evaluasi dan LPJ adalah bagian dan mekanisme tanggung­jawab kita kepada Tuhan, Gereja dan warga lingkungan atau wilayah yang kita layani. Pada Bulan September ini kita akan mengadakan mendengarkan pertanggung­jawabab DP periode 2003-2006 dan memi­lih pengurus baru untuk periode 3 tahun mendatang.

 

Mencermati evaluasi dari Pengu­rus Lingkungan dan tokoh umat terkait dengan Masa Bhakti Dewan Paroki dan Pengurus Lingkungan periode 2003-2006, umumnya memberi catatan positif bagi kiprah Dewan Paroki dan Lingkungan. Visi-Misi yang telah dirumuskan telah dicoba dihidupi dan dicari indikasi pen­capaiannya. Pujian positif dan pelbagai usulan terobosan juga diberikan demi kemajuan paroki yang oleh Pemerintah harus selalu dijaga ketenangannya sebagai daerah perbatasan. Disadari dengan dibentuknya Panitia Ad Hoc untuk menyelenggarakan pelbagai perayaan atau kepentingan kepanitiaan telah melibatkan banyak orang dalam kehidupan menggereja. Partisipasi umat dalam aneka pembeayaan juga meningkat dengan tajam karena Dewan Paroki mengedepankan tekad untuk mewujudkan Transparansi, dan  Akuntabilitasnya sehingga layak dipercaya.

Masih dirasakan pula usaha yang tidak mudah dalam mensikapi misalnya kepedulian kepada kelompok-kelompok kecil dan masyarakat pinggiran yang belum tergarap dengan baik, keberpihakan Dewan (PSE) kepada warga masih terbatas karitatif dan masih perlu ditingkatkan dalam hal pemberdayaan serta pem­bentukan jejaring dengan kelompok lain termasuk pemerintah. Nuansa senioritas yang identik juga dengan rasa ewuh pakewuh kadang masih menghantui cara bertindak dalam kesempatan rapat maupun pembicaraan sehari-hari hingga kadang menimbulkan kebekuan. Mekanisme bekerja dan gaya kehidupan dengan semangat paguyuban dan sebagai Tim kerja belum sepenuhnya dihidupi oleh beberapa Tim Kerja dalam DP.

 

Memaknai hadirnya Kerajaan Allah yang memerdekakan di masyarakat Sragen pada usia 50 tahun

Perkembangan masyarakat dan suasana perpolitikan di Indonesia serta lingkup kecil Kabupaten Sragen dan Karang­anyar merupakan warna kedaerahan yang sangat patut di­pertimbang­kan sebagai medan hidup dan hadirnya Kerajaan Allah. Bedah rumah di Dukuh – Tangen bekerja­sama dengan warga masyarakat dan Muspika Tangen, tanggapan dan kerelaan umat membantu korban gempa bumi dan bencana alam, serta ketokohan umat katolik di tengah-tengah masyarakat tentu menjadi berkat. Namun ganjalan dengan situasi lokal di Masaran dan Margoasri khususnya terkait dengan rumah doa dan bekerjasama dengan tulus melalui “FKUB” (Forum Kerukunan Umat Beragama: wadah bentukan Pemerintah mengacu Peraturan Bersama dua menteri, Maret 2006 yang masih kita nantikan bersama) dan memaknai hadirnya Kerajaan Allah yang memerdekakan di masyarakat Sragen yang sarat dengan “wong duwe gawe dan nanggap campur sari atau cokèkan dan organ tunggal” dengan tiada hentinya, serta perhatian kepada 10 % warga Katolik yang adalah petani, perlu mendapat perhatian khusus.

Bagaimana Gereja kita mau semakin Setia menjadi Murid-Murid Yesus Kristus yang mewartakan hadirnya Kerajaan Allah yang memerdekakan? Khususnya di usia 49 tahun 2006 ini? Selanjutnya pula, bagaimana kita akan memaknai pesta Yubileum Agung 50 tahun paroki Sragen pada tanggal 2 September 2007 nanti? Ungkapan syukur seperti apa yang layak kita anjungkan kepada Tuhan, dan acara syukur macam apa yang bisa kita kemas dan suguhkan sebagai sumbangan paroki kita ini untuk memaknai penegakan “Habitus Baru” dalam cara bertindak dan hidup kita di tengah-tengah masyarakat yang dilanda oleh perusakan poros-poros penyangga kehidupan yang harmoni dengan alam, sesama dan dengan Tuhan Sang Pemberi kehidupan ini. Saatnya bagi kita untuk bertanggungjawab atas tugas kehidupan yang kita emban, apapun bentuknya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar