Keluarga jadilah sebagaimana harusnya, merupakan dasar dan peringatan bahwa Pendidikan bagi anak, merupakan tanggungjawab keluarga. Orangtua adalah pendidik utama dan terutama, bahkan tak tergantikan. Namun kita menyadari, sekarang ini peran keluarga untuk mendidik dan mendampingi anak, keluarga sebagai oase segar untuk merasakan kasih Tuhan, diserobot oleh kapital besar pemilik modal yang berada di belakang maraknya tayangan-tayangan televisi. Kerapkali keluarga tidak lagi mempunyai kesempatan untuk duduk bersama saling mengungkapkan perasaan, karena perhatian tersedot di depan layar televisi ataupun HP dengan sms.
Keluarga jadilah sebagaimana harusnya, menjadi kerinduan Konferensi Uskup-uskup Asia (FABC) dalam sidangnya tahun 2004, juga menjadi kerinduan Sri Paus Yohanes Paulus II melalui Anjuran Apostolik Familiaris Consortio. Hal yang utama untuk menjadi seharusnya adalah peran pewarisan iman yang harus dilaksanakan oleh orangtua terhadap anak-anak, melalui ungkapan kasih dalam perbuatan suami-istri, dalam mengasuh anak-anak, dan dalam penggunaan harta milik. Perlu kita rebut lagi kemerdekaan orangtua dan anak-anak dalam mewujudkan kehangatan keluarga, dengan tidak dijerat oleh tipuan semua, seolah-olah ada komunikasi yang hangat dalam keluarga, kalau ternyata masing-masing sekedar ’bersembunyi’.
Keluarga jadilah sebagaimana harusnya merupakan kerinduan setiap keluarga dan aktifis paroki, sehingga tidak mudah kehilangan iman. Perlu keterbukaan hati dan kesempatan untuk saling meneguhkan dengan doa. Pilihan pendidikan tidak sekedar mana yang murah, namun berlandaskan keyakinan bahwa anak harus diberi kesempatan untuk mengalami pembentukan kepribadian dengan segar dan leluasa. Kesempatan orangtua untuk mendampingi anak-anak dalam penerimaan sakramen inisiasi, ketika harus diantar berkegiatan PIA atau Putra Altar, adalah tanggungjawab orangtua. Cara-cara untuk pengakuan dosa, kebiasaan untuk refleksi dan doa pribadi serta kemungkinan lain bisa dikembangkan oleh orangtua. Kakak-kakak yang sudah lebih dewasa, sebaiknya punya hati untuk menermani adik-adiknya dalam mewujudkan iman dan bersosialisasi dengan lainnya. Kesempatan libur panjang, semoga tidak habis untuk nonton televisi, namun ada makna dan kebersamaan yang menunjukkan kekokohan keluarga Katolik yang dijiwai serta ditandai oleh iman kepercayaan. Keluarga, jadilah sebagaimana harusnya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar