Senin, 27 Oktober 2008

DISKUSI CARA PANTANG DAN PUASA KATOLIK

- Mewujudkan pertobatan dengan menjaga keutuhan alam ciptaan berbasis keluarga - Fokus Pastoral KAS yang juga menjadi fokus pastoral untuk paroki kita telah di­rumus­kan, mengacu pada perhatian kepada ANAK dan REMAJA. Secara khusus kita rumuskan fokus pastoral paroki pada tahun 2008 ini: KELUARGA MENJADI TEMPAT TUMBUH KEMBANGNYA ANAK - REMAJA DALAM KECERIA­AN, KECERDASAN DAN KEGEMBIRAAN.  Kita sadar bahwa peran keluarga adalah yang paling utama untuk menjadi oase kehidupan yang paling menyegarkan. Sebaik apapun pembinaan dan acara di paroki, namun anak-anak, remaja dan kaum muda adalah anak-anak bagi dan dalam keluarga masing-masing. Maka peran keluarga (sebagaimana juga telah kita sadari pada waktu renungan Adven) menjadi utama bahkan tak tergantikan. Bagai­mana mengupayakan agar keluarga menjadi tempat tumbuh dan kembangnya bagi anak-remaja? Bahkan ada kualifikasi khusus yang kita harapkan adalah anak-remaja tumbuh dalam keceriaan, kecerdasan dan kegembiraan. Sambil memaknai masa prapaskah yang kita mulai dengan Rabu Abu, saya menyampaikan beberapa hal yang bisa dipikirkan untuk kemudian dilaksanakan di keluarga maupun lingkungan atau wilayah dan paroki kita. Beberapa gerakan yang membutuhkan diskusi lebih lanjut agar pantang dan puasa kita makin bermakna dan membawa semangat pertobatan yang nyata. 1.      Acara WEDANGAN PATIMURA yang telah digagas dan akan dilaksanakan tiap Sabtu pertama dalam bulan (sebagai gema pesta emas paroki), bagaimana dilaksanakan dan dimanfaatkan dengan lebih baik? Memang masih perlu ditata dan diatur pelaksanaan agar lebih menarik. Dukungan dari orangtua tentu perlu digerakkan lagi. Atau waktu pelaksanaan jam 20.00 terlalu malam? Anak dan Remaja rindu bahwa ortu ikut dalam acara Wedangan untuk membuka wawasan dan dialog bersama. Selama ini yang datang dalam acara wedangan tidak lebih dari 40 hingga 60 orang dan rasanya memang hanya orang-orang tertentu yang datang. Barangkali pemilihan tema perlu dipikirkan dan dikemas lagi hingga menjawab kebutuhan banyak orang. 2.      Kesempatan bagi Anak-Remaja khususnya REKAT (Remaja Katolik) untuk berlatih menyampaikan gagasan dan belajar bicara di depan umum secara santun dan kritis perlu dipikirkan lagi. Sangatlah baik dan bermanfaat memberi kesempatan dan menciptakan kesempatan bagi anak-remaja untuk membekali diri dengan ketrampilan berbicara di depan umum, diasah terus dan diberi kesempatan lebih baik lagi. Membekali dan bersama belajar untuk mencerdaskan diri agar bisa menyampaikan gagasan lebih baik kepada teman-teman, berani bertanya saat acara wedangan maupun juga dalam kesempatan lainnya perlu diperluas. Kesempatan nonton film atau acara-acara sport, bahkan hiburan lainnya kemudian belajar memberi apresiasi dan komentar tentu akan bermanfaat. Latihan memberi apresiasi dan komentar bisa dibuat juga oleh bapak-ibu atau kakak terhadap anak-anak dan adik di dalam keluarga. Kesempatan empat puluh hari pantang dan puasa bisa diisi dengan acara atau kesempatan seperti ini. 3.      Gaya berpikir dan bertindak selama masa pantang dan puasa dengan kalimat, misalnya: “Yuk jajan yuk, kan sudah buka” setelah latihan koor atau setelah jam 18.00 perlu dibenahi. Karena waktu untuk pantang dan puasa adalah 40 hari x 24 jam (kendati secara yuridis hari puasa hanyalah hari Rabu Abu dan Jumat Agung). Ide bahwa selama masa puasa dan pantang ada kesempatan buka atau sahur merupakan pengaruh dari gaya berpuasa masyarakat pada umumnya, yang memang lain dengan gaya puasa dan pantang Katolik. Pedidikan dan katekese atau pelatihan di dalam keluarga Katolik akan sangat bermanfaat dan memurnikan gaya/model pantang dan puasa kita. Tentu diperlukan dialog, diskusi dan pembelajaran yang terus menerus. Bagaimana Bapak-Ibu serta seluruh keluarga memaknai dan menentukan cara pantang dna puasa yang lebih cocok dengan situasi keluarga kita masing-masing tentu akan sangat bermanfaat dan menghasilkan buah pertobatan serta solidaritas yang makin nyata. 4.      Selama ini di paroki, ada kesempatan doa malam atau completorium bersama selama 40 hari. Selama setengah jam (mulai pukul 21.00 hingga 21.30) kita mendaraskan mazmur dan berdoa serta merenungkan salah satu bahan yang diambil dari buku bacaan rohani untuk membantu permenungan kita selama masa prapaskah. Para peserta tetap (antara 10 hingga 40 orang) merasa terbantu untuk mengalami kedekatan dengan Tuhan, bisa berdoa lebih khusyuk dan membantu mewujudkan kehangatan kasih dalam keluarga. Apa yang bisa ditingkatkan dari kegiatan doa di Pattimura 2 ini?  Wilayah atau lingkungan yang punya kapel sendiri bisa meningkatkan kehidupan rohani dengan doa dan bertemu di kapel sambil membaca kitab suci atau mendiskusikan banyak hal yang terkait dengan keterlibatan di dalam masyarakat maupun untuk kemajuan lingkungan. Apa kekhasan dari lingkungan yang mempunyai kapel sendiri dan apa yang bisa ditampilkan dari kehadiran kapel lingkungan ? Apakah sebagai sarana atau tempat yang mempersatukan ataukah sekedar bangunan yang ‘hanya’ dipakai manakala ada misa lingkungan atau doa lingkungan? Bahkan hanya dibersihkan dan disambangi manakala ada misa lingkungan? 5.      Usaha menjaga keutuhan ciptaan dan menjaga kelestarian alam lingkungan, merupakan hal yang mendesak. Bahan permenungan baik untuk anak-remaja maupun untuk umat lingkungan selama masa Prapaskah mengarahkan kita pada tindakan nyata dengan berpihak pada keutuhan alam ciptaan. Lubang resapan BIOPORI ada di pastoran dan bisa dipinjam oleh keluarga-keluarga yang ingin membuat lubang resapan BIOPORI. Cara yang mudah dan sangat praktis, bahkan juga menuntun kita pada kehidupan yang dekat dengan alam, menempatkan sampah pada tempatnya sambil menciptakan lingkungan yang sehat, mengurangi penumpukan sampah. Apabila setiap keluarga menciptakan gerakan membuat lobang resapan BIOPORI atau mau membuat ‘jugangan atau luwangan’ di kebun dan pekarangan kita, sambil membicarakannya sebagai kesempatan bersama di dalam keluarga, saya yakin keluarga-keluarga Katolik akan menjadi pionir bagi pemeliharaan keutuhan ciptaan. Kita terpanggil untuk memulai dan mengajak tetangga serta masyarakat sekitar. Tujuh belas langkah atau tindakan-tindakan praktis yang dibuat oleh kelompok pemerhati ling­kungan atau KEPEL (dibagi kepada peserta rapat Pleno Dewan Paroki 27 Januari 2008), bisa membantu keluarga maupun masing-masing pribadi kita secara nyata untuk mengatasi pemanasan global dan menjaga keutuhan ciptaan. Mari kita memulai dan mendiskusikannya sambil mencari cara-cara yang baik. Kiranya Tuhan berkenan atas persembahan dan usaha kita menata diri, hidup dan perjuangan kita dengan kehidupan yang lebih baik serta upaya untuk memlihara keutuhan ciptaan. Berkat Tuhan melimpah.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar