Senin, 27 Oktober 2008
Harapan akan Keabadian
Ajaran katolik mengenai Kebangkitan Orang Mati merupakan bagian hakiki dari iman kepercayaan Kristiani. Sudah ditulis oleh Tertulianus bahwa “Kebangkitan orang-orang mati adalah harapan orang Kristen; dalam iman akan kebangkitan itu kami hidup”. Bahkan tubuh kita yang fana inipun akan hidup kembali (Roma 8:11). Dasar dari iman kepercayaan akan kebangkitan orang mati terletak pada Yesus yang adalah Kebangkitan dan hidup (Yoh. 11:25). Dalam kehidupan di dunia Yesus juga memberikan jaminan akan kebangkitan itu dengan membangkitkan beberapa orang mati dan dengan demikian mengumumkan kebangkitan-Nya sendiri kendati dengan tatanan yang lain. Yesuslah tanda nabi Yunus, tanda kenisah, setelah dibunuh akan bangkit pada hari yang ketiga. Kalau sedemikian mendasar ajaran Katolik mengenai kebangkitan orang mati dan keabadian hidup kita, maka selayaknya kita menyadari apa yang sepatutnya kita buat sebagai kesaksian akan ajaran iman yang mendasar itu. Bahkan kalau perlu menjadi tanda kesaksian yang handal melalui cara hidup dan ungkapan atau perwujudan iman kita. Salah satu hal yang bisa kita buat secara pastoral ada dua hal. Pertama, saat mendampingi saudari-saudara yang dalam keadaan sakit berat dan mendekati sakratul maut. Kita bisikkan kata-kata syahdu mengenai iman kepercayaan kita “Yesus, Engkaulah andalanku, aku mempercayakan hidupku kepada-Mu”, atau “Gusti Yesus, kula nyuwun kiyat, Gusti Yesus, Kula pasrah,” dan seterusnya diulang-ulang dengan penuh keyakinan sambil dibisikkan di telinga saudara-saudari kita yang dalam sakratul maut. Indahnya persatuan dengan Tuhan Yesus dan seluruh Gereja yang sudah mulia, harus menjadi ungkapan iman yang nyata dan diekspresikan dengan penuh kesungguhan oleh kita yang masih hidup dan menunggui mereka yang sakit. Kita bisa saling meneguhkan dan mencoba dalam hal pastoral ini. Yang kedua, kita bisa mengungkapkan hormat bakti kita kepada sanak-saudari kita yang telah meninggal dunia dengan penghormatan jenasah yang layak. Gereja Katolik melalui ritus Sakramen Pengurapan orang sakit dan penguburan jenasah memberi penghormatan yang sangat jelas kepada mereka yang sakit dan meninggal dunia. Gereja merumuskan keyakinan imannya akan kemurahan dan belaskasih Allah melalui Sakramen rekonsiliasi dan Sakramen Pengurapan orang sakit. Belaskasih dan pengampunan dari Tuhan meneguhkan hidup kita yang rapuh, supaya mendapat belaskasihNya. Penghormatan jenasah melalui upacara pemberkatan jenasah (entah dengan ibadat sabda atau dalam perayaan Ekaristi) mau menunjukkan kemurahan dan belaskasih Allah kepada kita manusia. Yudas Makabeus pun sudah pada jaman Perjanjian Lama menaruh hormat bagi saudara-saudara yang meninggal. Perayaan pemberkatan jenasah bisa menjadi kesaksian iman yang mendalam akan hormat kita pada saudari-saudara yang meninggal. Pengaturan cara berdiri, siapa saja yang sebaiknya mendekat di sekitar peti jenasah dan bagaimana petugas koor serta lektor mempersiapkan diri, bisa menjadi pewartaan iman yang efektif. Selain keyakinan akan kebangkitan orang mati, Gereja juga memberi perhatian akan penyucian akhir atau purgatorium. Ketekismus Gereja Katolik menulis demikian, mengenai penyucian akhir atau purgatori: “Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, memang sudah pasti akan keselamatan abadinya, tetapi ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk ke dalam kegembiraan surga. Gereja menamakan penyucian para terpilih, yang sangat berbeda dengan siksa para terkutuk, purgatorium (api penyucian). Ajaran ini berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal, sebagaimana dibuat oleh Yudas Makabe yang mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya (2 Makabe 12:45). Melalui peringatan orang yang sudah meninggal khususnya dengan perayaan Ekaristi, Gereja memohon supaya mereka yang sudah meninggal disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan penuh. Gereja Katolik juga menganjurkan amal, indulgensi dan karya penitensi demi orang-orang mati. Semoga kerajinan doa kita tidak kendor, memohonkan kerahiman Tuhan bagi sanak-saudara yang telah meninggal sebagai bentuk kesalehan dan doa-doa kita, untuk mewujudkan persekutuan dengan yang sudah meninggal.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar