Gegap gempita dikumandangkannya secara resmi (=promulgasi) Tata Perayaan Ekaristi (TPE) 2005 di seluruh Keuskupan di Indonesia, disambut antusias oleh Umat, Lembaga Hidup Bakti dan juga para Imam. Pelbagai Paroki, sekolah dan kelompok paguyuban berminat untuk mendalami TPE yang baru. Tak ketinggalan Umat Paroki Sragen bersama dengan Pengurus lingkungan serta Tim Liturgi Paroki menanggapi diberlakukannya TPE 2005 dengan antusias.
Tim Liturgi Paroki telah keliling ke beberapa lingkungan (rencananya juga akan datang ke wilayah-wilayah) untuk membuat sosialisasi TPE baru. Tim Liturgi Kevikepan Surakarta tidak mau ketinggalan dengan usaha untuk membekali pengurus dan Tim Liturgi paroki dengan pendalaman bahan BKL dan TPE baru di Paroki Purbowardayan. Begitu diumumkan mengenai TPE baru dengan harga terjangkau, umat langsung menyerbu kantor sekretariat paroki dan toko paroki. Sehingga pada saat promulgasi TPE tanggal 28-29 Mei, umat yang datang mengikuti Ekaristi Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, sudah membawa TPE yang berwarna coklat. Kami para Imam yang berada di wilayah Kevikepan Surakarta dan Semarang telah mengadakan penyegaran Ekaristi serta pendalaman mengenai TPE baru selama 3 hari di Sangkalputung Klaten (16-18 Mei). Sedangkan Para Imam yang berkarya di Kevikepan DIY dan Kedua, mengadakan pendalaman Ekaristi pada tgl 30 Mei hingga 1 Juli. Itulah tanda keterbukaan seluruh umat beserta para Imam dalam menanggapi ajakan Gereja untuk merayakan Liturgi Ekaristi dengan hormat dan khidmat dengan buku TPE yang baru.
Aneka macam tulisan dan pendalaman tentang TPE 2005 telah dibuat dan diperkenalkan kepada umat. Tugas kita adalah memberi makna dari sosialisasi dan pendalaman itu. Namun terdengar juga ungkapan sederhana yang menggelitik. “Dengan adanya TPE baru, Misa hari Minggu menjadi lebih cepat atau malah jadi lama ya ? Kalau malah jadi lama, ........ yach .......... payah”. Yang dihayati oleh saudara kita itu mengenai Ekaristi adalah perayaan yang singkat, apa adanya dan tidak usah neko-neko. Merayakan Ekaristi ya khusus hanya merayakan ekaristi. Khotbah tidak usah panjang, mudah dimengerti dan ada guyon-nya. Kalau perlu sudah usai dalam satu jam. Inilah sepotong harapan dan pernyataan, sebagaimana judulnya ditulis di depan.
Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak kehidupan kerasulan keluarga
Pasutri Prodiakon Paroki Sragen sekitar 40 pasang mengadakan rekoleksi satu hari pada hari Minggu, 22 Mei, bertepatan dengan ceramah dari Kanisius (Rm. GP. Sindhunata SJ): meneladan Devosi Paus Yohanes Paulus II pada Bunda Maria. Prodiakon bersama keluarga, terutama istri dan anak-anak diajak untuk menyadari makna dari Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak kehidupan kerasulan keluarga. Kesadaran semacam ini diharapkan akan menjadi wahana pendampingan bagi anak-anak dan remaja bahkan juga Mudika supaya orangtua tidak salah pengertian. Kapanpun, keluarga selalu dilingkupi oleh permasalahan sosial kemasyarakatan dan keadaan intern keluarga. Bagaimana keluarga tetap bisa mengungkapkan iman kepercayaan, menjaga kesatuan hubungan sebagai keluarga dan tidak kehilangan keakraban dan kehangatan dalam keluarga. Karena hal-hal yang mengganggu ‘ketentraman’ keluarga, membuat penghayatan ekaristi juga bergeser. Itulah sebabnya pendalaman Ekaristi sebagai sumber dan puncak kerasulan keluarga dipadukan dengan pendalaman kehangatan komunikasi di dalam keluarga yang dipandu oleh dr. Agus Sudarmanto dari lingkungan Widoro. Keluarga Prodiakon diharapkan menjadi pioner untuk mewujudkan ketentraman dan komunikasi yang seimbang di dalam keluarga mereka masing-masing, hingga memancar dalam perbuatan sehari-hari. Apakah praktek perayaan Ekaristi menjadi lebih lama atau lebih bisa disadari kehadiran Tuhan yang nyata melalui pengambilan keterlibatan yang lebih tepat.
Soal lama tidaknya waktu untuk merayakan ekaristi semoga bukan hal yang paling penting, namun Ekaristi lebih disadari sebagai Tanda Penyertaan Allah bagi yang menerima, Dengan TPE 2005, peran serta umat diharapkan lebih meningkat. Semakin banyak orang muda dan umat yang peduli dengan asah rohani, hingga Ekaristi menjadi warisan berharga lewat kesaksian dan dalamnya relasi pribadi.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar